Jumat, 09 November 2018

SUKA DAN DUKA DALAM CINTA

 Malam itu saya sangat lelah, karna ada banyak hal yang membuat saya pulang kerumah hingga jam 01:00 pagi, sementara dua jam lagi saya harus masuk kerja maka karna itu saya putuskan pulang dan istirahat, namun ternyata kewajiban shalat isyak belum saya tunaikan, dengan segudang alasan yang membuat malas akhirnya saya shalat, beserta kemalasannya.
  Ngantuk kian memuncak dingin malam sudah membuat sayu kelopak mata, akhirnya saya tumpahkan segala keluh kesah dan penat di atas kasur kamar dengan terlentang, rupanya segala keluhanku itu tidak lagi berarti setelah mendengar handphone saya berdering, cukup kaget serta banyak dugaan muncul sebelum menjawab panggilan dari salah satu kakak tertua saya itu, rupanya benar, salah satu dari jutaan dugaan  yg terlintas di benak saya adalah benar. Kabar yang disampaikan dengan ketidak kuasaannya berucap akhirnya terucap juga tapi bukan dari linsan kakak, melainkan dari Seorang guru saya yang mendidik saya dari kecil, yang kebetulan pesantrennya tidak jauh dari rumah orang tua saya.
"Nak, yang sabar ya. Bapakmu sudah dipanggil lebih dulu sama kekasihnya".
terkejut, meski sblum menyampaikan kabar itu, beliau sudah memastikan saya dalam keadaan sabar dan berserah atas segala urusan yang telah terjadi kepada Allah.
 Ditik itu pula jutaan bayang kenangan, penyesalan dan tanda tanya yang hingga fikirku hanya shalatlah yang pasti membuat semua tenang-tenang saja.
Iya, sehabis shalat segala jalan yang terbaik dibukakan oleh Allah, yang membuat keputusan untuk segera pulang dengan sangat mudah diurusi.
 Pagi itu setelah subuh tiket sudah di pegang, namun pikiran masih susah di kendalikan, hanya banyak-banyak mengingat Allah dan semoga Bapak dalam diangkat khusnul khotimah, karna saat dikasih kabar itu saya tidak banyak tanya kenapa dan bagimananya. Karna yang lebih penting dan paling bermanfaat untuk Bapak bukanlah hal itu dari seorang anak.
 Dalam perjalanan, selain do'a², banyak pula dugaan dan protes yang mengisi benakku. Hingga akhirnya jam 20:00 sayapun tiba dirumah, dengan sambutan tangisan Ibu dan si bungsuh (satu-satunya saudara perempuan) yang memang tinggal serumah dengan orang tua, sembari memeluk dua-duanya saya berusaha agar tidak ikut larut dalam kesedihannya dengan tidak ikuta menangis, aku berusaha menenangkannya sebagaimana tugas bapak sewaktu hidupnya yang selalu memastikan keduanya baik-baik saja.
 Dua hari belum sempat tidur, sesampainya dirumahpun ngantukpun ruoanya belum datangi saya, lantas saya memposisikan diri di ruang tamu mendengarkan cerita dari seisi rumah atas apa yang terjadi, setelah sebelumnya hanya tawa kecil yang membuat aku tidak terlihat sedih dalam duka dan nampak baik-baik saja.
  Satu dua jam lebih ngobrol bersama kawan serta sanak saudara akhirnya aku merasa bangga, iri dan bahagia mendengar cerita tentang mereka tentang detik-detik terakhir bapakku di dunia.. kata yang aku rangkum yang keluar di malam itu adalah, "semua orang menunggu hari itu, dan semua mungkin menginginkan akhir yang seperti itu".
 Sebelumnya, karna bapak meninggal tanpa adanya tanda-tanda ataupun sakit, yang paling aku khawatirkan adalah apakah bapak sempat ber syahadat, karna tidak mungkin yang di sandingnya mentalqinkan di telinga beliau sebab tidak menduganya waktu sakaratulmaut.
namun aku teringat waktu cuti dan bertemu beliau tahun kemaren, beliau sempat berpesan "bacalah selalu Laailaaha Illallah sebanyak-banyaknya disiang maupun malam dalam hati, karna itu nanti akan datang kala malaikat maut mencabut nyawa".
 Banyak hal yang membuat saya adem, juga karna saya tau bagaimana perbuatan kesehariannya sedari dulu. Kebiasaan baik yang merupakan kebiasaan ahli syurga, tahajud yang jarang beliau tinggalkan, di akhir hayatnya pun bapak masih sempat melakukannya seolah menyempurnakan bekalnya untuk kehidupan selanjutnya, kebiasaan yang saya dan banyak manusia tidak mampu melakukannya. Terlebih saat aku tau bahwa bapak mandi sebelum shalat, bagiku ini unik dan semakin membuatku membanggakannya, yang mana seolah beliau saat meninggalnyapun tidak mau terlalu merepotkan tetangga yang mengurus jenasahnya.
 Kini hati dan pikiran sayapun lega, hanya sebagaimana waktu beliau hidup saya mendo'akan kebaikan untuknya, maka kinipun semoga masih dengan istiqamah saya bisa memberikan hal maksimal untuk kebaikannya dan kesempurnaan tempaynya di alam sana.
 Bagi saya sejak saat itu yang sangat penting juga, selain bersilatirrahmi terhadap saudara dan teman-teman beliau, dan meneruskan apa yang di rintisnya, keluarga yang beliau tinggal adalah sepenuhnya beliau titipkan untuk kami (ke empat) anaknya.
 Namun tidak mungkin saya lama-lama dirumah, mengingat saya masih karyawan yang hanya cuti, maka saya mesti balik ke tanah rantau yang jauh di seberang lautan.
 Kini, saat tulisan ini di tulis, saya sudah menginjakkan kembali kakiku di tanah yang jauh dari orang tuaku.
berbeda dari sebelumnya yang menelephon orang tua hanya pas hari libur, kini telah aku agendakan waktu-waktu terbaik untuk senantiasa menanyakan keadaan ibu tercintaku di setiap harinya.
 Ibu sepertinya sangat keberatan dengan jarak yang sangat menjauhkan anaknya dengan dirinya, hanya saja beliau mengizinkan kepergianku asalkan tidak untuk tinggal atau menetap di kejauhan, berharap setelah semua yang dicita-citakan saya selesai aku di minta untuk segera tinggal bersamanya lagi, akupun bertekad untuk menyegerakan pulang kembali dengan berusaha memperbesar kemungkinan untuk mewujudkan pintanya.
karna aku yakin beliau tidak main-main menginginkan hal itu, terbukti saat sebelum saya balik selama 25 hari, beliau sering tidur memeluk aku, dan akupun nyaman dengan hal semacam itu, karna bagi saya yang belum punya istri berbakti kepada orang tua adalah prioritas tertinggi dan paling membanggakan. meski sebenarnya menikah bukanlah hal yang menghalangi untuk melakukan hal itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar