..dan pohon-pohon di kebun satu persatu mulai kutanam, agar kelak bisa jadi peneduh dan dapat sedikit membantu kebutuhan kalian. Meskipun jasadku telah terkubur disini, biarlah aku tafakur bila aku merindukan kalian.
Walaupun tak terucap, aku sangat merasa kehilangan, karna bagiku di sebagian semangatku itu merupakan wujud dari do'a-do'a Mu, yang sering kutemui di setiap malam-malamMu.
Kau tinggalkan petuah sederhanaMu sebagai warisan untukku, kini aku catat rapi di dalam jiwa, dan dengan segenap hati aku coba untuk menjalankannya, mengingatnya dalam setiap gerak langkahku.
Meskipun pada saat terakhirmu aku tak menggenggam erat tangan dan berbisik di telingamu, namun aku tak kecewa meski kadang harus menyesalinya. Apalagi mendengar engkau tersenyum dengan ikhlas, aku makin yakin bahwa engkau telah cukup membawa bekal. Aku bangga menjadi anakMu.
Kini, Ayah.. janjiku padamu, aku akan mengirimkan do'a yang dulu pernah engkau ajarkan kepadaku, saat engkau masih sering pergi keluar negri untuk mencarikan aku segelimang kebahagiaan.
Setiap kali aku sujud sembahyang, setiap aku angkat tangan untuk sang Adzim, selalu aku mengingatmu engkau dan petuahmu hadir terbayang membisik seolah engkau terus membimbingku meski dari sana.
Kemarin, sebenarnya aku menangis sangat lama, tapi dengan keras aku berusaha memendamnya, aku takut kamu mengkhawatirkanku, aku yang inginkan ketenangan bersamamu.
Dalam benak terus berkata bahwa baktiku sangatlah belum cukup untukMu, dan aku percaya jika engkau telah memaafkannya.
Air hujan deras mengguyur bumi, aku mengenangMu, air mata maksaku tuk menetes, tapi aku memaksa untuk tersenyum, tabah dan bertawakkal, seperti kataMu.
Ayah untuk do'a yang pernah kulupa, maafkan ya... pandangilah aku, ibu dan cucumu dari sana dengan cahaya syurga. Semoga kelak kita bersama lagi.
Walaupun tak terucap, aku sangat merasa kehilangan, karna bagiku di sebagian semangatku itu merupakan wujud dari do'a-do'a Mu, yang sering kutemui di setiap malam-malamMu.
Kau tinggalkan petuah sederhanaMu sebagai warisan untukku, kini aku catat rapi di dalam jiwa, dan dengan segenap hati aku coba untuk menjalankannya, mengingatnya dalam setiap gerak langkahku.
Meskipun pada saat terakhirmu aku tak menggenggam erat tangan dan berbisik di telingamu, namun aku tak kecewa meski kadang harus menyesalinya. Apalagi mendengar engkau tersenyum dengan ikhlas, aku makin yakin bahwa engkau telah cukup membawa bekal. Aku bangga menjadi anakMu.
Kini, Ayah.. janjiku padamu, aku akan mengirimkan do'a yang dulu pernah engkau ajarkan kepadaku, saat engkau masih sering pergi keluar negri untuk mencarikan aku segelimang kebahagiaan.
Setiap kali aku sujud sembahyang, setiap aku angkat tangan untuk sang Adzim, selalu aku mengingatmu engkau dan petuahmu hadir terbayang membisik seolah engkau terus membimbingku meski dari sana.
Kemarin, sebenarnya aku menangis sangat lama, tapi dengan keras aku berusaha memendamnya, aku takut kamu mengkhawatirkanku, aku yang inginkan ketenangan bersamamu.
Dalam benak terus berkata bahwa baktiku sangatlah belum cukup untukMu, dan aku percaya jika engkau telah memaafkannya.
Air hujan deras mengguyur bumi, aku mengenangMu, air mata maksaku tuk menetes, tapi aku memaksa untuk tersenyum, tabah dan bertawakkal, seperti kataMu.
Ayah untuk do'a yang pernah kulupa, maafkan ya... pandangilah aku, ibu dan cucumu dari sana dengan cahaya syurga. Semoga kelak kita bersama lagi.